KORIDOR GELAP
“Suatu malam
yang gelap, Dian berjalan sendiri menyusuri koridor. Lilin yang dibawanya mulai
habis. Koridor akan sangat gelap jika
tanpa lilin itu. Dian tetap berjalan pelan dengan menahan diri untuk tidak
panik. Kesunyian koridor benar-benar membuat ia ingin lari tapi kakinya yang
luka tidak memungkinkan dia melakukannya.”
Kalau saja ia
mendengarkan kata-kata orang tuanya mungkin tidak akan jadi seperti ini. Orang
tuanya sudah sering mengingatkan bahwa jangan terlalu memaksakan diri. Luka di
kaki kirinya akibat jatuh dari motor itu tidak mengurungkan niat Dian untuk
datang ke rapat organisasi yang diikutinya. Sebagai ketua kegiatan festival
musik dikampus ia merasa perlu bertanggung jawab penuh apalagi acara diadakan
tinggal dua minggu.
Waktu sudah
hampir magrib, teman-teman satu organisasinya satu-persatu berpamitan pulang.
Dian sebagai ketua selalu pulang paling akhir, menunggu semua teman-temannya
selesai mengerjakan tugas mereka dan pulang. Setelah semua sudah pulang dian
langsung membereskan barang-barangnya.
Sudah sampai
di gerbang kampus ia teringat dengan proposal kegiatan yang tertinggal diruang
rapat. Bergegas Dian masuk ke gedung kampus. Luka kakinya sangat menghambat
Dian untuk cepat apalagi ruangan berada dilantai 4. Ketika memasuki gedung
terdengar suara adzan magrib, Dian mulai gelisah ingin cepat pulang. Di kampus
sudah tidak ada orang lagi kecuali satpam yang duduk di pos jaga dekat gerbang.
Koridor benar-benar sunyi dan mulai gelap karena lampu-lampu sudah dimatikan oleh
OB. Hampir tidak ada suara apa-apa membuat Dian merasa merinding. Tiba-tiba
saja terdengar bunyi hapenya yang lowbat.
Diambilnya
hape itu di dalam tas untuk mengecek. Ternyata baterai hapenya tinggal 2% yang
berarti sebentar lagi akan mati. “okeh, sempurna”, kata Dian sambil medesah.
Hape itu dimasukkannya lagi kedalam tas.
Beberapa menit
kemudian Dian sampai didepan pintu ruangan. Dia mencari kunci di dalam tas,
kunci ruang rapat yang memang selalu dia yang bawa. Tiba-tiba ada bunyi
“Praaaakkk”, Dian langsung tersentak. Dia langsung melihat ke kanan dimana
sumber bunyi itu. Suara itu dari jendela yang belum ditutup tepat diujung
koridor. Dian mulai panik dia cepat-cepat masuk ke ruangan lalu mengambil
proposal. Dukdukdukdukduk Jantungnya berdetak
sangat kencang dan dia bejalan terburu-buru keluar ruangan.
“AAAAAaaaaaaaaaa”,
teriak Dian.
Kakinya yang
luka itu menabrak ujung meja dan terjatuh. Dian merintih kesakitan sambil
memegang kakinya. Tampak perbannya mulai keluar sedikit darah. Dian mencoba
untuk berdiri dengan memegang meja disampingnya. Sekarang berjalan pun sudah
sangat sulit.
Matikan lampu Jam menunjukkan hampir pukul 07.00
malam. Koridor tidak terlihat apa-apa, hanya gelap dan sunyi. Dian teringat ada
lilin yang disimpan dilemari, sisa dari kegiatan makrab bulan lalu. Semua lilin
dilemari tidak ada yang utuh. Lilin-lilin itu hanya tinggal setinggi
kelingkingnya. Dian pikir itu cukup untuk sampai keluar.
Pelan-pelan
Dian berjalan dikoridor dengan menyeret kakinya yang luka. Hanya ada cahaya lilin
itu dan jendela yang bergerak-gerak tertiup angin. Bahkan rasanya ia dapat
mendengar detak jantungnya sendiri. Dian mencoba menenangkan dirinya dengan
menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Lalu mencoba membayangkan
hal-hal menyenangkan seperti acara musiknya nanti yang akan berlangsung meriah.
Tapi pandangan matanya tidak bisa menipu, ruangan gelap itu membuat dia
memikirkan hal-hal aneh. Pikirannya dan ketakutannya bercampur, kini dia merasa
mendengar langkah kaki pelan dari kejahuan. Bulu kuduknya langsung naik, dian
mengusap-usap leher belakangnya berharap tidak merinding lagi.
Dengan
menahan perih lukanya Dian mempercepat langkah kakinya menuruni tangga. Darah
yang hanya terlihat sedikit pada perbannya kini melebar. Luka itu memang belum
sembuh benar, apalagi luka itu sempat dijahit.
Sudah
sampai di tangga lantai dua dan lilin yang dipegangnya sudah hampir habis. Dia
bergegas tanpa memperhatikan anak tangga dibawahnya. Dian hampir terjatuh
karena kaki kanannya menapak pada ujung anak tangga itu. Dengan kaki kiri yang
terluka dian menahan agar tidak jatuh lalu memegang pinggiran anak tangga. “AAAAAaaaaaa”
Lukanya semakin menjadi-jadi, keringat mulai menetes dari kening Dian dan dia
terus merintih.
Dian
mencoba untuk berjalan lagi menuruni tangga tapi kakinya sudah sangat sakit.
Dia terduduk memegang lilin yang terus meleleh membuat tangannya panas. Lilin
itu diletakkannya disamping diatas anak tangga yang didudukinya sambil
menggeser dan melihat kakinya yang luka. Lalu ia memaksa untuk berdiri.
Lilin
itu mati dan Dian berjalan pelan kelantai dasar. Suara yang didengarnya
dilantai 4 tadi sekarang kembali terdengar. Matanya mulai memerah dan ia pun
menangis tersedu. Menangis antara ketakutan dan merasa kesakitan, Dian berhenti
berjalan dan memojok kedinding sambil terus menangis. Dia menyesal karena tidak
mendengarkan kata-kata orang tuanya. Menyesal karena ceroboh meninggalkan
barang penting yang harus dibawanya. Kini dia hanya berdiri dan menangis.
Suara
langkah kaki itu makin jelas terdengar. Dian menutup matanya dan menangis makin
kencang. Sinar dari tangga diatasnya menyorot ke muka Dian. “Kyaaaaaaaaaa”,
dian teriak histeris. Dia tidak bisa melihat dengan jelas karena cahaya itu
hanya terlihat sesosok bayangan didinding yang mendekat.
“Neeenggg,
neng.. kenapa disini?”
Dian
berhenti menangis setelah melihat suara siapa itu. Ternyata itu satpam kampus
yang dari luar melihat jendela lantai atas belum ditutup. Lalu masuk ke gedung
untuk menutupnya ketika berjalan turun mendengar suara tangisan Dian.
Dian menceritakan kenapa dia masih digedung ini dengan
muka yang memerah akibat menangis. Pak
satpam membantunya keluar dari gedung lalu menghubungi orang tua Dian agar
dijemput dikampus. Ketika orangtuanya datang
Dian menangis lagi karena merasa bersalah, ibunya
menenangkan Dian dan ayahnya menggendong Dian ke mobil.
Anggota kelompok :
1. Ahmad safari sebagai pembaca teks
1. Ahmad safari sebagai pembaca teks
2. M.rizki sebagai pembaca teks
3. M.irfan sebagai pembaca teks
4. Ikmal maulana sebagai pembaca teks
5. Irfan fahri sebagai pembaca teks
6. Rila Putri.A. sebagai penulis dan pembaca teks
7. Sarah akhmanur sebagai pembaca teks