Selasa, 23 Desember 2014

Arsitektur dan Lingkungan



Arsitektur adalah seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dsb. Dalam arti luas arsitektur mencakup dalam hal merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro hingga level mikro. Level makro termasuk perencanaan kota, perencanaan perkotaan, arsitektur lansekap sedangkan level mikro yang lebih detail lagi yaitu desain bangunan, desain perabot, dan desain produk.
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh diatas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan kondisi fisik tersebut.
Arsitek adalah ahli dalam merancang dan menggambar bangunan, jembatan, biasanya sekaligus sebagai penyelia konstruksinya artinya seseorang yang ahli dalam bidang arsitektur. Dalam penerapan profesi, arsitek berpern sebagai pendamping atau wakil dari pemberi tugas (pemilik bangunan). Arsitek harus mengawasi pelaksanaan dilapangan atau proyek sesuai dengan bestek atau perjanjian yang telah dibuat. Dalam proyek besar arsitek berperasn sebagai direksi dan memiliki hak untuk mengontrol pekerjaan yang dilakukan kontraktor. Bilamana ada peyimpangan di lapangan, arsitek berhak menghentikan, memerintahkan perbaikan atau membongkar bagian yang tidak memenuhi persyaratan yang disepakati. Namun dalam penerapannya pekerjaan arsitektur jarang memperhatikan dampak lingkungan binaan sekitar.

Pengaruh positif pekerjaan arsitek terhadap lingkungan 

  • Memperhatikan hubungan antara ekologi dan arsitektur, yaitu pembangunan berwawasan lingkungan, dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin. Pendekatan ekologis dilakukan untuk menghemat dan mengurangi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari terciptanya sebuah massa bangunan, akan tetapi akan memanfaatkan lingkungan sekita
  • Memberikan dampak pada estetika bangunan atau kesan tertentu sehingga dapat membuat lingkungan menjadi lebih hidup.
  • Dapat memberikan pemecahan masalah pada tata letak bangunan atau kota, memberi respon positif dari hasil analisa lingkungan. 
  •  Memperhatikan kondisi lahan yang akan dibangun. Misalnya bangunan dibuat mengikuti bentuk kontur lahan yang ada. 


Contoh :
MENARA BCA, Grand Indonesia, Jakarta

Gedung Menara BCA ini menghemat konsumsi energi listrik sebesar 35%, setara dengan penurunan emisi gas karbon dioksida (CO2) sebesar 6.360 ton per tahun. Hampir semua lampu menggunakan LED, sehingga hemat listrik hingga 70%. Gedung ini juga memiliki parkir sepeda, shower bagi pesepeda yang ingin membersihkan badan.  Mereka juga menggunakan aerator (perangkat untuk mengurangi konsumsi air) pada wastafel, alat pengukur kualitas udara, pengolahan air wudhu sebagai bahan outdoor AC, dan masih banyak fasilitas ramah lingkungan lainnya.
Bangunan ini telah diakui oleh Goverment Green Building Council (GBC) Indonesia dengan peringkat yang dicapai “gold” periode April 2013-April 2016. Kreteria dan penilaian bangunan hijau dari GBCI meliputi tepat guna lahan, efisiensi energi dan konservasi, sumber dan siklus material, konservasi air, kesehatan dan kenyamanan dalam ruang, dan building environmental management. Selain itu bangunan selain Menara BCA terdapat pula bangunan Institut Teknologi Sains Bandung, Kementrian PU, Gedung Sampoerna Strategic Square, Kantor Bank Indonesia solo,  dan Gedung kantor Manajemen Pusat PT Dahana.


Daftar Pustaka:
http://arsitekturdanlingkungan.blogspot.com/2012_10_01_archive.html