Selasa, 04 Juli 2017

Konservasi Arsitektur (Kawasan Petak Sembilan)

 Konservasi Arsitektur

 Konservasi arsitektur adalah penyelamatan suatu obyek/bangunan sebagai bentuk apreasiasi pada perjalanan sejarah suatu bangsa, pendidikan dan pembangunan wawasan intelektual bangsa antar generasi.
          Dalam Burra Charter konsep konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik. Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik saja.

Sasaran Konservasi
  • Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian.
  • Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini.
  • Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian.
  • Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi Lingkup Kegiatan.
Ruang Lingkup Konservasi :
Kategori obyek konservasi :
  • Lingkungan Alami (Natural Area)
  • Kota dan Desa (Town and Village)
  • Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor)
  •  Kawasan (Districts)
  •  Wajah Jalan (Street-scapes)
  • Bangunan (Buildings)
  • Benda dan Penggalan (Object and Fragments)
Manfaat Konservasi :
  • Memperkaya pengalaman visual
  • Memberi suasana permanen yang menyegarkan
  • Memberi kemanan psikologis
  •  Mewariskan arsitektur
  • Asset komersial dalam kegiatan wisata internasional
Peran Arsitek Dalam Konservasi :
Internal :
  • Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi.
  • Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse
  • Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan.
Eksternal :
  • Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
  • Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)
  • Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
  • Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.
Konservasi Arsitektur- Bangunan Cagar Budaya
Berdasarlan Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
1.      Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A
2.      Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B
3.      Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C

Aturan pemugaran Bangunan Cagar Budaya

Golongan A

1.      Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
2.      Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
3.      Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
4.      Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
5.      Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Golongan B

1.      Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
2.      Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
3.      Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
4.      Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Golongan C

1.      Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
2.      Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
3.      Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
4.      Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana Kota

Studi Kasus- Konservasi Kawasan Petak Sembilan
Golongan C

Petak sembilan, sebuah kawasan pecinan tua yang mempunyai nilai sejarah yang sampai saat ini masih tetap bertahan. Dulu, kawasan ini merupakan salah satu pusat perdagangan yang paling ramai dikunjungi masyarakat. Namun kini sisa-sisa kejayaan dari kawasan Petak Sembilan masih dapat kita lihat dari bangunan-bangunan bekas rumah toko yang sepi dan tidak terawat. Sebagian kecil dari bangunan-bangunan ini masih beroperasi.

Kebudayaan Tionghoa begitu melekat pada kawasan ini. Bentuk-bentuk bangunan dan tradisi-tradisi dari etnis ini sangat unik untuk dieksplorasi lebih lanjut. Pada hari-hari perayaan etnis Tionghoa seperti Imlek dan Cap Go Meh, kawasan ini ramai dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Dari data-data yang ada ini, menurut saya kawasan Petak Sembilan perlu mendapatkan perhatian khusus. Kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar baik sebagai kawasan perdagangan, komersial dan cagar budaya.

Dengan melakukan konservasi terhadap kawasan ini dapat mengembalikan masa-masa kejayaan yang pernah diraih. Kawasan ini akan ramai setiap saat, bukan hanya pada hari-hari tertentu (hari-hari perayaan etnis Tionghoa).

Kesimpulan

Melihat dari kondisi kawasan petak sembilan yang berada di wilayah glodok Jakarta ini menjadi wilayah yang perlu dilakukan konservasi. karena wilayahnya yang tergolong unik dengan bertemakan kebudayaan etnik tionghoa. Untuk itu menurut penilaian penulis perlu di lakukan revitalisasi atau peremajaan pada daerah tersebut. karena berpotensi menjadi lokasi wisata seperti halnya china town di Amerika.



Sumber:
 

Minggu, 22 Januari 2017

Masjid Tanpa Dinding di Kawasan Puncak

Masjid Al-Muqsith



 

Masjid Al-Muqsith yang berada di kawasan Jalan Raya Puncak KM 83, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Arti kata Al-Muqsith yaitu berarti “Maha Adil”, yang diambil dari Asmaul Husna. Masjid ini diresmikan pada tahun 2009 oleh ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) yang waktu itu dijabat Hasyim Muzadi. Masjid dua lantai ini bisa menampung 150 jamaah. Masjid ini tidak hanya untuk beribadah seperti salat lima waktu, salat Jumat dan salat Taraweh, tetapi terkadang digunakan sebagai tempat peristirahatan bagi pengendara yang melintas di jalur Puncak.


Menurut Bapak Jamil selaku pengurus masjid mengatakan bahwa Masjid ini didesain oleh arsitek asal Australia. Hampir semua material bangunannya didatangkan langsung dari Australia. Terutama untuk bagian atap masjid yang menggunakan bahan atap membran, atap tersebut didatangkan langsung dari Australia serta tiang-tiang penyangga yang terbut dari baja. Semua tenaga ahli pemasangannya serta perawatannya juga didatangkan dari negara tersebut.


Pada lantai basement terdapat beberapa ruanganan majelis, toilet dan tempat berwudhu. Ruangan majelis biasa digunakan untuk belajar atau pengajian anak-anak. Sedangkan pada lantai 1 dan lantai 2 digunakan sebagai area sholat. Lantai 1 untuk jemaah laki-laki dan lantai 2 untuk jemaah perempuan. Keunikan pada masjid ini yaitu pada area sholatnya yang sama sekali tidak berdinding.


Enclosing ruang adalah keadaan terbuka dan tertutupnya suatu ruang dalam oleh bidang vertikal masif. Terdapat beberapa model penerapan sisi pembatas vertikal sebagai pembentuk enclosing ruang. Jenis yang digunakan pada bangunan masjid ini yaitu tanpa pembatas vertikal. Aplikasi dinding penutup masif ini membuat ruang terlihat sangat terbuka.


Menurut penuturan dari pengelola masjid, bangunan masjid ini sengaja di desain terbuka tanpa dinding dengan tujuan untuk mendapatkan udara sejuk pegunungan kawasan puncak sehingga tidak memerlukan pendinginan ruangan. Kawasan ini memiliki suhu udara rata-rata tahunan 25,7°C. Dengan ruang terbuka tanpa dinding pengunjung yang sedang melaksanakan shalat di masjid dapat langsung merasakan terpaan udara puncak Bogor yang datang dari sisi luar bangunan. Dengan desain terbuka ini pencahayaan alami digunakan secara optimal yang bersumber dari matahari. Jadi bangunan masjid tidak memerlukan penerangan buatan pada siang hari.


Pengunjung juga dapat melihat pemandangan puncak Bogor yang dihiasi oleh pemandangan kebun teh yang diselimuti kabut rendah. Sejumlah besar peneliti telah menemukan bahwa manusia mengalami peningkatan afeksi dan kesenangan ketika melihat pemandangan yang penuh dengan tetumbuhan. Sebagai contoh, Hull dan Harvey (1989) menemukan kalau partisipan dalam penelitian mereka mengalami peningkatan rasa senang yang sejalan dengan peningkatan kepadatan pepohonan yang ia lihat. Seperti yang terlihat pada area ruang shalat wanita dibawah ini :





Masjid merupakan tempat ibadah umat Islam yang menuntut ketenangan atau tingkat kebisingan rendah, distribusi bunyi merata, kejelasan wicara, dan bebas dari cacat akustik. Sedapat mungkin masjid didisain tertutup (closing walls design), sehingga background noise berupa kebisingan jalan raya tidak masuk ke dalam ruang masjid, karena dianggap mengganggu ibadah. Dengan lokasi bangunan tepat dipinggir jalan Raya Puncak yang sering mengalami kepadatan kendaraan. Sehingga kebisingan yang terjadi tidak dapat di hindarkan. Kondisi ini berpengaruh besar dengan bangunan disekitarnya.


Teori mengatakan bahwa bentuk ruang sangat mempengaruhi jalannya bunyi di dalam ruangan. Kebisingan ini  yang  tinggi  sangat  dimungkinkan karena lokasi masjid  berada  dipinggir jalan Raya serta seluruh ruangan untuk ibadah di desain terbuka. Tingkat kebisingan  pada  Masjid  Al  Muqsith memiliki rata-rata  yang  cukup  tinggi,  yaitu mencapai  60  dB.  Nilai  tersebut  jauh  di  atas  syarat  background  noise  yang  diperbolehkan  untuk  masjid (sebagai  bangunan  ibadah),  yaitu  25-35  dB  (Kinsler,et.al,2000,p.364).

Berdasarkan analisis Masjid Al-Muqsith disimpulkan bahwa masjid tanpa dinidng ini dapat mengurangi tindakan penggunaan energi. Penghematan energi ini dilakukan dengan penerangan alami di siang hari dan tidak memerlukan pendingin ruangan. Secara keseluruhan memberi dampak dan kesan yang nyaman di dalam kawasannya. Namun hal yang menjadi permasalahan masjid yaitu tingkat kebisingan yang tinggi. Disarankan untuk mambahkan elemen dinding yang sisi yang berhadapan langsung dengan sumber kebisingan (jalan raya) atau menambahkan vegetasi sebagai peredam kebisingan. Sehingga dapat mengurangi dampak buruk tanpa mengubah konsep desain secara keseluruhan.