Senin, 09 Maret 2015

Aktivis HAM


Artikel

VIVA.co.id - Ketua Setara Institute, Hendardi, menolak keras penerapan hukuman mati di Indonesia. Dia mengatakan, upaya hukuman mati yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyalahi Undang-undang (UU) dan nilai kemanusiaan.

"Tren di dunia hukuman mati sudah dihapuskan. Jika kita bicara solusi, hukuman mati itu bisa diganti dengan hukuman seberat-beratnya tanpa pemberian remisi," kata Hendardi melalui pernyataan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Minggu, 8 Maret 2015.

Dia juga mengkritik hukuman mati terhadap warga negara asing, termasuk gembong narkoba kasus Bali Nine hanya ingin menutupi kelemahan Jokowi di bidang hukum salah satu contohnya konflik antara KPK vs Polri.

"Saya menolak hukuman mati itu karena itu hak hidup orang lain dan (hukuman mati) itu bertentangan dengan HAM," ujar aktivis HAM ini.

Dia juga menyoroti bahwa penerapan hukuman mati ini bisa memberikan efek jera kepada pafa pelaku kejahatan narkoba. Menurutnya, alasan ini selalu didengung-dengungkan Presiden Jokowi untuk menjustifikasi pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana narkoba.

"Jokowi mendapatkan angka 40-50 orang meninggal akibat narkoba, ternyata berasal dari penelitian tujuh tahun lalu, yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan Badan Narkotika Nasional (BNN)," ujar Hendardi.

Dia menambahkan, bahwa penerapan hukuman mati tidak bisa menjadi indikator keberhasilan pemerintahan Jokowi.

Hendardi melanjutkan, dengan menolak semua grasi hukuman mati tadi, kelemahan Jokowi makin terlihat jelas. Ia juga menilai Jokowi tidak paham seluruh isi grasi yang diajukan para terpidana mati.

"Saya sangat yakin seluruh permohonan grasi tidak dibaca dipelajari Jokowi. Padahal masing-masing kasus punya karakter persoalan pertimbangan berbeda," ujar dia.

Analisis
        Masalah perbedaan persepsi harus tidaknya dilakukan hukuman mati kepada 2 terpidana narkoba sebenarnya terjadi karena tidak adanya kejelasan payung hukum yang mengatur dengan detail tentang sanksi ataupun  hukuman tentang kasus tersebut. Ditambah lagi banyak oknum pemerintah dan juga dari aktifis HAM yang mana mereka berpegang teguh akan pendapat mereka masing-masing dan tidak mau saling disalahkan. Masalah ketegasan pemimpin, regulitas, dan hak asasi manusia yang saling bergesekan satu sama lain juga menjadi penyebab terjadinya banyak perselisihan diantara banyak oknum.
          Cara yang tepat untuk mengatasi perbedaan persepsi yang melibatkan banyak pihak sebaiknya diselesaikan dengan cara mempertemukan pihak-pihak yang berselisih dengan mendengar pendapat satu sama lain, memperhatikan hukum yang berlaku dikawasan regional dan juga internasional melalui satu keputusan yang konkrit dengan tidak mengabaikan aspek-aspek HAM. Dengan menggunakan opsi tersebut diharapkan akan membuat suatu keputusan yang dapat diterima oleh berbagai pihak yang berselisih sehingga tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
          Memang untuk sekarang peraturan tentang kasus duo bali nine tersebut masih simpang siur dan belum ada kejelasan yang pasti, namun Payung hukum Internasional juga harus dipertimbangkan, dengan memperhatikan sistem hukum yang ada indonesia sebagai acuan dasar tentunya. Sebab dalam kasus ini tersangka yang terlibat adalah WNA asing, dinegara mereka juga terdapat hukum dan peraturan tentang HAM, jika ada WNI terkena kasus yang sama, apakah yang akan kita lakukan ? permohonan Grasi yang di ajukan Tersangka juga sebaiknya harus di teliti dan di baca lebih dalam. 

Kesimpulan
          Hukum Internasional sangat memainkan peran dalam kasus ini. Harus ada peraturan yang tegas tanpa merendahkan Hak asasi manusia. Jika terus berasumsi mengenai keyakinan masing-masing pihak maka masalah tersebut tak akan kunjung selesai. Diperlukan musyawarah dengan pihak yang berkonflik, Peraturan yang jelas dan terperinci, serta ketegasan yang beralasan kuat. Apabila terjadi Kasus yang serupa maka Gesekan dari berbagai oknum dapat teratasi.

sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/598826-aktivis-ham--hukuman-mati-menyalahi-undang-undang


         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar